para ahli belum sepakat untuk mengkategorikan ketergantungan kita
terhadap perangkat teknologi–seperti ponsel, komputer, atau pun Google
Glass—sebagai sebuah masalah kejiwaan. Banyak ahli beranggapan,
kecanduan perangkat elektronik sebenarnya adalah gejala dari masalah
kejiwaan yang lebih besar. Pria ini sendiri sebelumnya memang pernah
mengalami masalah depresi dan social phobia.
Namun Dr. Andrew Doan berpendapat sebaliknya. Menurutnya, masalah
ketergantungan teknologi seharusnya dipandang lebih serius. “Dulu orang
juga menganggap kecanduan alkohol bukan sebuah masalah” kata Andrew
untuk menggambarkan kesamaan antara kecanduan alkohol dan teknologi.
“Butuh waktu bagi kita untuk menyadari kecanduan teknologi itu adalah
sebuah bahaya yang nyata” tambah Andrew.
Menurut R. Andrew, sebenarnya tidak ada yang salah dari teknologi
atau perangkat seperti Google Glass. “Namun saat ini teknologi membuat
jeda antar informasi dan kejadian semakin sempit” tambah Dr. Andrew.
Jeda waktu yang sempit ini membuat orang yang merasa terasing atau ingin
melarikan diri dari kenyataan semakin mudah menemukan pelampiasannya.
“Dan wearable technology membuat pikiran orang-orang seperti itu bebas
berkeliaran meski secara fisik berada di keramaian” tambah Dr. Andrew.
Sedangkan Daria Kruss, peneliti dari Nottingham Trent University yang
mendalami topik kecanduan teknologi, menganggap penyebabnya bisa dari
dua arah. “Kecanduan teknologi bisa terjadi karena penggunaan teknologi
secara berlebihan sehingga menyebabkan masalah kejiwaan, atau menjadi
gejala dari masalah kejiwaan yang lebih besar” ungkap Daria. Karena itu
Daria menganggap perlu adanya studi mendalam untuk menentukan masalah
kecanduan teknologi ini dan penanganan yang tepat.
Kecanduan teknologi sendiri tidak masuk ke dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders yang menjadi panduan ahli jiwa di
seluruh dunia. Kecanduan teknologi hanya dimasukkan ke dalam appendix
sebagai perilaku yang membutuhkan studi lebih mendalam. Sampai saat ini,
hanya judi yang dikategorikan sebagai kecanduan yang tidak melibatkan
penggunaan obat terlarang.
Pria yang kecanduan Google Glass sendiri kini berada dalam kondisi
lebih baik. Setelah melakukan terapi selama 35 hari, ia kini bisa lebih
tenang, gerakan kompulsifnya menurun, serta short-term memorinya
membaik.
Berita selengkapnya klik Google Glass